Langsung ke konten utama

Pemberian susu formula dikaitkan dengan diare

Terapi antiretroviral (ART) profilaksis telah mengurangi kejadian penularan ibu-ke-bayi selama kehamilan dan persalinan secara dramatis, tetapi virus dapat ditularkan melalui air susu ibu.

Di negara maju, dengan ada jaminan air bersih dan persediaan susu formula yang aman dan dapat diandalkan untuk bayi, perempuan HIV-positif disarankan untuk tidak menyusui. Tetapi, di rangkaian miskin sumber daya, WHO menyarankan untuk menyusui, terutama pada enam bulan pertama, kecuali apabila pemberian susu formula “dapat diterima, dimungkinkan, terjangkau, dan aman,” atau “AFASS ( acceptable, feasible, affordable, sustainable, safe ).

” Dalam satu sesi tentang “Masalah mendesak di dunia berkembang” pada konferensi CROIke-14 pada 25 Februari, Tracy Creek dari Centers for Disease Control and Prevention, AS (CDC) menyampaikan peninjauan tentang jangkitan diare di antara bayi di Botswana yang menyoroti kebutuhan akan pertimbangan yang cermat mengenai keuntungan dan risiko terhadap menyusui.

Di Botswana, pada 2005 hampir sepertiga perempuan hamil terinfeksi HIV. Negara tersebut memiliki program yang dikembangkan dengan baik untuk mencegah penularan ibu-ke-bayi, dan 80 persen perempuan hamil yang HIV-positif menerima sedikitnya AZT. Ibu HIV-positif juga menerima susu formula cukup untuk 12 bulan secara gratis dari klinik.

Botswana mengalami periode curah hujan yang sangat tinggi pada November 2005, dan pada Januari 2006, petugas kesehatan masyarakat mulai melihat peningkatan diare pada anak. Kasus meningkat empat kali lipat, dari sekitar 8500 pada 2004 menjadi lebih dari 35.000. Sementara itu kematian meningkat lebih dari 20 kali lipat dari 24 menjadi hampir 530. Pada Maret, petugas kesehatan mencatat kejadian sekunder yaitu kekurangan gizi pada bayi. Wabah diare berhenti awal April.

Contoh tinja dari anak yang dirawat di rumah sakit karena diare menunjukkan bahwa 60 persen terinfeksi kriptosporidium, 50 persen E.coli , 38 persen Salmonela, dan 17 persen Sigela; banyak yang dengan beragam patogen.

Penyelidikan epidemiologi terhadap wabah ini mengungkapkan bahwa sebagian besar bayi yang menderita diare tidak disusui. Dr. Creek melaporkan dalam analisis multivariat, tidak menyusui merupakan “prediktor terkuat” terhadap diare pada bayi, meningkatkan risiko 50 kali lipat. Menggambarkan besarnya jangkitan tersebut, dalam satu desa, sepertiga bayi yang diberi susu formula meninggal akibat diare, tetapi tidak satupun yang disusui.

Pada kelompok sub penelitian terhadap 153 bayi dengan diare, 93 persen tidak disusui (kira-kira tiga perempatnya diberi susu formula dan 25 persen diberi susu sapi). Tetapi hanya 65 persen ibu yang HIV-positif, menunjukkan bahwa terjadi “kelolosan” dalam pemberian susu formula pada yang tidak terinfeksi HIV. Di antara bayi, 18 persen HIV-positif. Beberapa ibu melaporkan bahwa klinik tidak mampu menyediakan cukup susu formula secara gratis. Kwashiorkor – sebuah bentuk kekurangan gizi pada anak terkait dengan kekurangan asupan protein – adalah satu-satunya prediktor kematian yang bermakna, bukan status HIV ibu atau bayi.

Setelah presentasi tersebut, Peggy Henderson dari WHO mengkaji ulang manfaat dan risiko menyusui pada ibu yang HIV-positif. Sejak terakhir kalinya WHO mengeluarkan saran tentang pemberian makanan pada 2000, telah terkumpul bukti yang menunjukkan bahwa menyusui bayi secara ekslusif selama enam bulan pertama terkait dengan penularan HIV yang lebih rendah dibandingkan gabungan antara menyusui dengan pemberian susu formula, penghentian pemberian air susu ibu dikaitkan dengan diare dan peningkatan mortalitas pada bayi terpanjan HIV, dan menyusui lebih dari enam bulan tampak meningkatkan ketahanan hidup bayi. Sebagai tambahan, perempuan yang memakai ART sepertinya mempunyai kemungkinan lebih rendah menularkan HIV melalui air susu ibu, meskipun penelitian tersebut belum selesai. Pada Oktober 2006, HIV and Infant Feeding Technical Consultation menyepakati pernyataan yang menekankan bahwa pilihan pemberian makanan yang paling tepat untuk ibu HIV-positif tergantung pada keadaan masing-masing individu.
Dalam kesimpulannya, Dr. Henderson menekankan pentingnya untuk “melindungi” dan mendorong pemberian air susu ibu oleh perempuan yang tidak terinfeksi HIV. Lebih lanjut, semakin banyak bukti – misalnya seperti yang disediakan oleh kejadian Botswana – memberi kesan bahwa di antara perempuan HIV-positif, manfaat pemberian air susu ibu sering melampaui risiko penularan HIV (kira-kira satu persen per bulan), terutama apabila sang ibu memiliki jumlah CD4 yang tinggi dan menerima ART.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

INDAHNYA

Bingung juga lama gak nulis.. nulis apa ya...suami baru,rumah baru atau..lemari baru? wkkk.. gak terasa satu bulan lebih aku mengarungi bahtera(apa sih artinya bahtera?!^- ) rumah tangga,senang,sedih,nangis, ketawa semua telah aku rasakan. suamiku sosok yang tegas kadang keras, beda dengan aku yang halus dan cengeng 'nangisan' dalam bahasa jawa begitu suamiku bilang ketika aku bentar2 nangis,dikit2 nangis. meskipun suamiku sering marah..'m'f ya cinta..muaccch..' tapi dia baik dan sangat perhatian pada driku yang alhamdulillah sama Tuhan YME begitu banyak dititpi rasa sakit, jangan ditanya penyakit apa ja pokoknya lengkap banget...aku bersyukur banget..'hik hiks..pengen nangis..' dikarunia Tuhan dengan suami yang begitu menyayangi dan mengasihiku dan mau menerima diriku yang begitu banyak kekurangan, sering aku didalam diam mengantuk..hehe..m'f salah..sering didalam diam aku berdo'a semoga suamiku diberikan kekuatan untuk ikhlas tulus selalu menja

Free Audio CD Alphamatic Brainwave

Judul : CD Alphamatic Brainwave Pembicara : Erbe Sentanu Bahasa : indonesia Format : audiobook/mp3 File size : 36.04 MB CD Alphamatic Brainwave ini adalah bonus dari ebook quantum ikhlas untuk mengupgrade otak bawah sadar anda, efek CD Alphamatic Brainwave ini antaranya yaitu ; gelombang otak Alfa adalah titik pertemuan antara pikiran dan imajinasi, antara o

Cara Mengenali Pria yang Cemburuan

Punya kekasih yang cemburuan bisa membuat tidak nyaman, ruang gerak terbatas dan tidak bebas bersosialisasi. Sayangnya, mengenali pria yang cemburuan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Seringkali kita baru tahu pria tersebut ternyata seorang pencemburu setelah terlanjur menjalin hubungan. Bila Anda termasuk orang yang berjiwa bebas dan tidak suka dikekang, memacari pria cemburuan tentu akan lebih banyak menimbulkan konflik. Sebelum terperangkap dalam hubungan yang tidak nyaman, sebaiknya kenali dulu tanda-tanda pria yang cemburuan, dikutip dari Madame Noire. 1. Tidak Punya Banyak Teman Tipe orang yang pencemburu biasanya gampang curiga serta menjaga jarak dengan orang lain. Jika pria tersebut hanya punya satu atau dua teman, kemungkinan karena dia tidak mudah percaya dengan orang lain dan sulit memaafkan kesalahan orang. Pria pencemburu akan kesal ketika Anda sering pergi dengan teman-teman karena tidak ada orang lagi yang akan menemaninya selain sang kekasih. 2. Suka Mengana